Lagi asyik main game.
Ting. Hp bunyi. Bbm. Mikir :ah palingan org kirim bc, ngucapin slamat puasa
Ting. Hp bunyi. Line. Mikir :ah, paling grup atau nggak undangan game di line.
Ting. Hp bunyi. Notification fb. Mikir :ah, paling spam nggak jelas atau grup fb
Ting. Hp bunyi. Notif twitter. Mikir : ah paling temen lagi mentionan trus gw juga dimasukin.
Haha. Kayaknya nggak ada bunyi hp yg tujuannya benar2 buat gw deh ×_×
(Oke, ini mulai agak2 ngenes. Abaikan)
Jumat, 27 Juni 2014
Selasa, 17 Juni 2014
Kamu. Terlalu banyak kata tertulis tentangmu. Terlalu banyak lagu dinyanyikan untukmu.
Kamu. Yang selalu muncul dipikiranku. Kenapa kamu tidak pernah bosan untuk hadir? Kenapa kamu selalu mengganggu, bahkan disaat ku pikir tak merindukanmu.
Kamu. Yang terlalu indah bahkan hanya untuk sementara.
“puisi lagi?” tanya Angga sambil sedikit mengintip catatan Selly
“apa sih, pengen tau aja” ucap Selly menyembunyikan catatannya
“kali ini buat siapa? Buat dia lagi?” tanya Angga. Dagunya menunjuk ke arah seseorang yang sedang duduk di pojokan kelas.
“kenapa? Nggak boleh?”
“bukannya nggak boleh, tapi gimana nanti kalau cuma bertepuk sebelah tangan? Jangan terlalu berharap. Nanti bisa kecewa berlebihan”
“gue nggak terlalu berharap kok”
“ya kalau begitu jangan banyak-banyak nulis tentang dia, nanti kalau benar-benar ditolak, susah ngelupainnya”
“siapa juga yang nulis banyak tentang dia, Cuma kadang-kadang, saat gue lagi pengen aja”
“ya terserah lo deh, kan gue udah nasehatin, udah ngingetin juga”
“iya, iya, makasih ya tetangga yang selalu ngertiin gue”
“sial, gue Cuma dianggap tetangga. Eh Sel, sekali-sekali buatin puisi tentang gue gitu, daripada buat dia terus”
“apa ya puisi yang cocok buat lo itu? Kalo bunga bangkai aja gimana?”
“enak aja lo, gue disamain sama bunga bangkai, mending nggak usah bikin puisi tentang gue deh, daripada terinspirasi dari bunga bangkai”
“haha. Jadi nggak usah gue bikinin puisi ya Ngga”
“nggak usah, gue nggak mau jadi bunga bangkai” ucap Angga sambil berjalan keluar kelas.
Selly tersenyum melihat temannya itu. Walaupun kelakuannya kadang menyebalkan, tapi dia tetap teman yang baik, yang bisa lebih mengerti Selly daripada orang lain.
Selly kemudian mengalihkan pandangannya, menatap seseorang yang sedang duduk di pojokan kelas, orang yang ditunjuk Angga tadi. Dia adalah Genta, salah seorang teman sekelas Selly juga. Sejak pertama kali sekelas dan bertemu dengan Genta, Selly sudah menganguminya. Tapi seperti pengagum rahasia lainnya, Selly tak pernah berani untuk mendekati Genta, bahkan hanya untuk menyapa saja, Selly terlalu takut. Hanya Angga satu-satunya orang yang tau kalau Selly menyukai Genta, itupun karena dia ketahuan sedang memperhatikan Genta.
Selly berharap suatu saat perasannya tersampaikan, lebih bagus lagi jika berbalas. Mungkin memang tidak sekarang. Mungkin, suatu saat nanti, yang entah kapan akan terjadi.
Kamu yang hanya ku bisa tatap dari jauh. Yang hanya bisa kukagumi tanpa ada yang tau
Kamu yang kuanggap sempurna. Yang terlalu takut untuk ku dekati
Kamu. Yang selalu muncul dipikiranku. Kenapa kamu tidak pernah bosan untuk hadir? Kenapa kamu selalu mengganggu, bahkan disaat ku pikir tak merindukanmu.
Kamu. Yang terlalu indah bahkan hanya untuk sementara.
“puisi lagi?” tanya Angga sambil sedikit mengintip catatan Selly
“apa sih, pengen tau aja” ucap Selly menyembunyikan catatannya
“kali ini buat siapa? Buat dia lagi?” tanya Angga. Dagunya menunjuk ke arah seseorang yang sedang duduk di pojokan kelas.
“kenapa? Nggak boleh?”
“bukannya nggak boleh, tapi gimana nanti kalau cuma bertepuk sebelah tangan? Jangan terlalu berharap. Nanti bisa kecewa berlebihan”
“gue nggak terlalu berharap kok”
“ya kalau begitu jangan banyak-banyak nulis tentang dia, nanti kalau benar-benar ditolak, susah ngelupainnya”
“siapa juga yang nulis banyak tentang dia, Cuma kadang-kadang, saat gue lagi pengen aja”
“ya terserah lo deh, kan gue udah nasehatin, udah ngingetin juga”
“iya, iya, makasih ya tetangga yang selalu ngertiin gue”
“sial, gue Cuma dianggap tetangga. Eh Sel, sekali-sekali buatin puisi tentang gue gitu, daripada buat dia terus”
“apa ya puisi yang cocok buat lo itu? Kalo bunga bangkai aja gimana?”
“enak aja lo, gue disamain sama bunga bangkai, mending nggak usah bikin puisi tentang gue deh, daripada terinspirasi dari bunga bangkai”
“haha. Jadi nggak usah gue bikinin puisi ya Ngga”
“nggak usah, gue nggak mau jadi bunga bangkai” ucap Angga sambil berjalan keluar kelas.
Selly tersenyum melihat temannya itu. Walaupun kelakuannya kadang menyebalkan, tapi dia tetap teman yang baik, yang bisa lebih mengerti Selly daripada orang lain.
Selly kemudian mengalihkan pandangannya, menatap seseorang yang sedang duduk di pojokan kelas, orang yang ditunjuk Angga tadi. Dia adalah Genta, salah seorang teman sekelas Selly juga. Sejak pertama kali sekelas dan bertemu dengan Genta, Selly sudah menganguminya. Tapi seperti pengagum rahasia lainnya, Selly tak pernah berani untuk mendekati Genta, bahkan hanya untuk menyapa saja, Selly terlalu takut. Hanya Angga satu-satunya orang yang tau kalau Selly menyukai Genta, itupun karena dia ketahuan sedang memperhatikan Genta.
Selly berharap suatu saat perasannya tersampaikan, lebih bagus lagi jika berbalas. Mungkin memang tidak sekarang. Mungkin, suatu saat nanti, yang entah kapan akan terjadi.
Kamu yang hanya ku bisa tatap dari jauh. Yang hanya bisa kukagumi tanpa ada yang tau
Kamu yang kuanggap sempurna. Yang terlalu takut untuk ku dekati
Kamu seperti pelangi
Muncul disaat hujan badai telah reda
Setelah langit menumpahkan semua kesedihannya
Indahmu tak terkira
Dikagumi semua yang mengenalmu
Membawa hati yang duka menjadi ceria
Dengan kilauan warna yang beragam
Kamu benar benar seperti pelangi
Hadir hanya untuk sementara
Kemudian menghilang, pergi entah kemana
Bagaimana agar aku dapat menemukanmu?
Haruskah menunggu hujan datang?
Haruskah ada perantara?
Kamu mungkin benar pelangi
Indah, menenangkan, membuat bahagia, namun tak selamanya
Muncul disaat hujan badai telah reda
Setelah langit menumpahkan semua kesedihannya
Indahmu tak terkira
Dikagumi semua yang mengenalmu
Membawa hati yang duka menjadi ceria
Dengan kilauan warna yang beragam
Kamu benar benar seperti pelangi
Hadir hanya untuk sementara
Kemudian menghilang, pergi entah kemana
Bagaimana agar aku dapat menemukanmu?
Haruskah menunggu hujan datang?
Haruskah ada perantara?
Kamu mungkin benar pelangi
Indah, menenangkan, membuat bahagia, namun tak selamanya
Langganan:
Postingan (Atom)